Seiring dengan perkembangan globalisasi yang memberikan pengaruh pada kemajuan perekonomian di dunia seperti halnya semakin banyaknya pendirian suatu perusahaan. Bahkan banyak sejumlah orang yang melakukan berbagai macam cara untuk mendirikan perusahaan, salah satunya yaitu dengan meminjam dana untuk mendirikan perusahaan tersebut. Hal tersebut menyebabkan adanya kewajiban bagi debitur untuk membayar utang-utangnya.
Dalam
hal ini debitur dapat memilih beberapa langkah untuk menyelesaikan utangnya
tersebut, seperti mengajukan perdamaian dalam PKPU. “Penundaan Kewajiban
Pembayaran Utang (PKPU) dapat diajukan secara sukarela oleh debitur yang telah
memperkirakan bahwa ia tidak akan dapat membayar utang-utangnya, maupun sebagai
upaya hukum terhadap permohonan pailit yang diajukan oleh krediturnya.” Hal tersebut
meliputi tawaran pembayaran seluruh atau sebagian utang kepada kreditur.
Selain
itu, bertujuan untuk memungkinkan seseorang debitur meneruskan usahanya meskipun
ada kesukaran pembayaran dan untuk menghindari kepailitan. PKPU jelas sangat
bermanfaat karena perdamaian yang dilakukan melalui PKPU akan mengikat kreditur
lain di luar PKPU (Pasal 270 Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2004 tentang
Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang), sehingga debitur dapat
melanjutkan restrukturisasi usahanya, tanpa takut diganggu oleh tagihantagihan kreditur
yang berada di luar PKPU. PKPU itu sendiri tergolong ke dalam suatu peristiwa
hukum, mengingat adanya PKPU akan memberikan akibat-akibat hokum terhadap
pihak-pihak maupun hubungan-hubungan hukum.
Terkait
dengan hal tersebut maka perlu ditinjau akibat hukum penudaan kewajiban
pembayaran hutang terhadap status sita dan eksekusi jaminan dalam perspektif
Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban
Pembayaran Utang (UUKPKPU).
Tidak ada komentar:
Posting Komentar